Jalin Hubungan Erat dengan Keluarga, Bersama Melawan Tekanan dalam Hidup - Tak bisa dipungkiri, kegelisahan menimpa kita semua selama pandemi ini. Terutama dalam lingkup rumah tangga. Saat kekhawatiran melanda, harusnya keluarga semakin erat merangkul, bukan malah menjatuhkan satu sama lain.
Saya sempat mendengar beberapa cerita teman, mereka seperti tidak sanggup dengan ujian pandemi. Bahkan, salah satu teman ada yang berpisah dengan sang suami, karena alasan yang sebenarnya terlalu memaksakan, terutama masalah perekonomian yang semakin terpuruk. Mereka seolah melupakan janji-janji suci yang diucap ketika satu sama lain mengikat diri dalam tali pernikahan.
Setiap masalah lahir dan kembali pada keluarga. Hal ini dikarenakan masalah yang menimbulkan stress bagi individu dapat berdampak bagi keluarga, begitu pun sebaliknya. DeFrain.
Terkadang, menceritakan beban pikiran dihadapan keluarga, perlu perspektif dan kondisi yang pas, agar tidak muncul sebuah ketegangan yang menyebabkan perdebatan. Dan berusaha untuk tidak menyalahkan siapapun.
Ada 3 area yang dapat diajarkan mulai dari lingkup keluarga, agar mengurangi perasaan stres yang terlanjur mengikat diri (Burr & Klein).
1. Area kognitif
Terkadang, saat dalam keadaan tertekan, kita menjadi gelap mata. Sehingga tidak tahu asal mula sebuah tekanan itu datang. Misalnya, keluarga yang dilanda masalah ekonomi, tentu saja masalahnya adalah kurangnya pendapatan. Dan biasanya,keluarga menyalahkan sosok sang pencari nafkah, yaitu ayah. Hal semacam ini akan membuat ayah sebagai kepala keluarga menjadi stres, dan bahkan gagal untuk meminta dukungan dari keluarganya sendiri.
Disini seharusnya keluarga mampu mencari tahu lebih banyak tentang sumber tekanan yang terjadi. Jika demikian, anggota keluarga lain dapat memahami secara objektif, agar terlihat menyeluruh dan menemukan solusi yang cukup efisien. Setelah itu, lakukan kesepakatan, bahwa satu keluarga harus mengurangi pengeluaran dengan mulai berhemat besar-besaran, atau anggota keluarga lain berinisiatif membantu mencari pemasukan lain.
2. Area afektif
Sesama anggota keluarga, haruslah mampu memberikan rasa aman bagi lingkup keluarga tersebut. Hal ini dapat membuat keluarga merasa didukung walau menghadapi tekanan. Bayangkan, apabila anggota keluarga tidak merasa aman dalam keluarganya sendiri, maka berbagai tekanan yang datang akan sulit untuk dihadapi.
Sering kali perasaan kesedihan yang diekspresikan dengan menangis atau menutup diri, dianggap sebagai makhluk yang lemah. Stigma ini justru membuat benyak orang yang mengalami hal tersebut akan menyimpan berbagai emosi dalam diri, dan akhirnya berdampak negatif bagi dirinya sendiri.
Peran keluarga disini adalah, meyakinkan bahwa anggota keluarganya tersebut dapat mengekspresikan apa yang ia rasakan, tanpa mendapat perlakuan negatif dari anggota keluarga lain. Dengan begitu, ia mampu menjadi dirinya sendiri dan tidak pernah was-was, bahkan menghabiskan energi hanya untuk menangisi ketertekanannya itu.
Dari sini, sesama anggota keluarga bisa belajar untuk saling peka terhadap emosi yang dirasakan. Rasa simpati akan terbentuk dengan sendirinya, melalui dukungan moril dan memastikan setiap masalah bisa diselesaikan secara bersama-sama.
3. Area hubungan
Anggota keluarga perlu membangun kedekatan satu sama lain, agar terhindar dari kesalahpahaman. Mempererat hubungan dengan menyamakan visi dan misi serta identitas keluarga, yang mencakup nilai-nilai prinsip yang telah disepakati bersama.
Misalnya saja saat pandemi seperti sekarang, keluarga sepakat untuk membangun sebuah bisnis baru. Tentu saja akan membutuhkan modal. Mau tidak mau, semua anggota keluarga harus bisa menetapkan batas pengeluaran dan bekerja sama dalam membuat konsep bisnisnya. Dari sini, rasa tanggung jawab bersama akan tumbuh dengan sendiri sebagai satu kesatuan keluarga.
Intinya adalah rasa saling percaya antara satu sama lain tanpa adanya keragu-raguan. Benar-benar membangun komitmen agar dijauhi dari keretakan karena saling menyalahkan. Jika sudah begitu, ingat kembali visi dan misi yang telah disepakati bersama.
Semoga baik dimasa senang atau masa sulit sekalipun, sebagai satu keluarga harus saling mendukung, memberi semangat, agar aura positif dalam keluarga dapat selalu terjalin dengan baik. Aamiin..
5 Komentar
Aaamiiin, bener sih mba. Di saat pandemi begini, kita semua serasa diuji. Bahkan dalam keluarga yaaa. Gimana caranya bisa ttp saling suppoRT, saling menguatkan satu sama lain. Jgn sampe malah saling menyalahkan , yg ujung2nya malah ribut :(. Sedih sih kalo sampe rumah tangga bisa hancur selama pandemi :(
BalasHapusAku aja sedih sih pas nulis ini, ya jadi inget keluarga aja. Semoga kita selalu dimudahkan dalam menjalin erat hubungan keluarga, dan rezeqynya ya mbak, aamiin..
HapusSebagai anak, saya cukup merasa betapa sulitnya masa awal-awal pandemi. Semua orang takut untuk keluar rumah membuat ekonomi keluarga jadi terhambat. Ada masanya, saya merenung sebagai laki-laki no. 2 di keluarga. Prinsip saya cukup sederhana, kalau tidak bisa membantu setidaknya jangan menyusahkan
BalasHapusya ampun bang, makjleb sekali prinsipnya :(
Hapustetap semangat ya bang, untuk kita semua supaya dimudahkan dalam menjemput rezeqyNya, dan dikuatkan dalam jalinan keluarga, aamiin :)
Iya mbg.. mmng harus saling dukung satu sama lain, terutama kita sama suami biar lebih bahagia ❤️
BalasHapusSemoga pandemi ini segera berakhir, Amiiiinnn YRA
Haii! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan ya. Silakan baca artikel lainnya dan tinggalkan jejakmu. Terima kasih!