Sebuah Cinta dari Sebuket Bunga [Part II]




Selesai sarapan dan berberes, kami duduk santai di teras depan, sambil sedikit berjemur di sela-sela sinar matahari yang mengintip dari dedaunan pohon pucuk merah yang berjajar di taman halaman tetangga sebelah.

"Jadi, kamu udah kepikiran belum sama inisial 'Act' itu?"
" 'Ach'.. Belum sih. Aku benar-benar nggak inget."
"Kamu udah coba cek instagram?"
Aku membelalakkan mata dan tersenyum lebar pada Delis, "Kenapa aku nggak kepikiran ke sana ya Del."
Delis lalu mengulangi ucapanku dengan mendowerkan bibir bawahnya.

Aku pun mencari di daftar pengikut instagramku. Kira-kira siapa ya, aku pun semakin penasaran.

Nafasku tertahan sejenak, setelah menemukan siapa maksud dari inisial itu.

"Achant?" ucapku pelan.
"Hah, Hasan? Yang hidungnya mancung itu? Yang pernah pdkt sama kamu itu? Eh, tapi malah kamu gantungin dia nggak jelas gitu, jahat sekali sih kamu," celoteh panjang lebar Delis.
"Udah ngomelnya? Lagian, itu kan kejadian 10 tahun lalu. Aku masih sibuk dan fokus sama karirku," elakku membela diri.
"Teruuuss.." lirik sinis Delis sambil menaikkan alis matanya.
Aku senyum-senyum kegenitan.
"Yee, mulai genit nih anak. Eh eh, coba aku lihat fotonya.. Loh, sekarang dia jadi dokter? Wah, hebat dong. Keren. Aku kira, dia masih jadi anak band. Udah Van, sikat aja, daripada di ambil orang," lagi-lagi sahabatku yang absurd ini berucap aneh.
Aku menghela nafas lebih dalam.

Malamnya selesai makan, aku dan Delis berbincang santai di balkon kamarku.

"Del, resepsi kamu jadi di tunda sampai kapan?" tanyaku setelah menyeruput teh manis agak panas buatan Delis.

"Belum tahu nih. Mungkin 2 sampai 3 bulan lagi. Nggak apa-apa deh, yang penting nanti pas aku nikah, udah nggak ada lagi yang namanya kopit naintin. Eh eh, Van, gimana teh buatanku? Enak nggak?" celetuknya.

Aku sedikit melirik heran ke arah Delis, "Yaa.. Kayak rasa teh pada umumnya sih Del," jawabku seadanya.

"Del, aku penasaran deh, kenapa ya Achant sering kali ngirim bunga? Kenapa dia masih inget sama aku? Padahal aku bersikap biasa aja sama dia," ungkapku penuh tanya.

"Hello!! Kamu itu sadar nggak sih, bersikap biasapun tapi kalau kamu tetep mau kalau di ajak jalan, sama aja namanya ngasih harapan. Cowok tuh gitu. Nggak mau ribet. Tapi cowok itu, sekalinya dia udah sayang sama cewek, pasti bakal terus berjuang buat dapetinnya. Asalkan si cewek masih single yaa.. Dan khusus untuk cowok dengan predikat sangat-sangat baik, apalagi kalau dia baiikk sekali sama ibunya, udah bisa dipastiin kalau dia juga sayang sama ceweknya. Kayak Aldi, hehe.." celoteh Delis lebih panjang dan lebar.

Tumben nih anak bener ngomongnya. Aku juga tumben membenarkan omongannya. Apa karena teh manis buatannya ya?

Aku terdiam sejenak, merasa bersalah. Namun disisi lain, aku merasa ikut bahagia karena sekarang dia telah sukses menjadi seorang dokter. Yang sebenarnya itu adalah profesi tuntutan orang tuanya. Tapi aku yakin, Achant pasti bersungguh-sungguh ngelakuin ini semua.

"Van.. Vanyaa..! Aku mau bikin teh lagi nih, kamu mau juga nggak?" seketika Delis mengambyarkan lamunanku.

"Nggak Del, makasih. Hidup aku udah cukup manis untuk tersadar dari kesalahan sikap di masa lalu," jawabku antara sadar dan tidak.

Heran Delis dan mengernyitkan kedua alisnya.

Malam semakin larut. Delis telah tertidur pulas. Tapi aku masih terjaga. Masih memikirkan sesuatu yang sedikit membuatku cemas. Entah apa.

~ bersambung menuju the last part ~

Gif: tenor.com




Posting Komentar

3 Komentar

  1. Semoga endingnya bahagia yaaa..

    BalasHapus
  2. Kalo yg sedih sedih nanti malah baper, hehe..

    BalasHapus

Haii! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan ya. Silakan baca artikel lainnya dan tinggalkan jejakmu. Terima kasih!