Aku teringat tentang hari ini. Hari saat dimana kami berkenalan dengan cara yang unik. Dengan cara yang tak biasa.
Aku Neera. Aku hanyalah seorang pekerja kantoran yang setiap kali pulang kerja merasa sangat lelah dan butuh sedikit hiburan. Akhirnya, ku lari kepantai dan mencoba melepas semua penat yang ada.
Sungguh ini adalah cara baru yang ku coba. Setidaknya dalam dua pekan ini. Dan, ini berhasil. Sangat cukup amunisi bahagia ini sampai ke weekend berikutnya.
"Berjalan disepanjang pantai berpasir putih, membuat nyaman hati. Hangatnya senja, membuat hati tenang. Dan aroma lautnya yang khas, membuat pikiran damai," ucapku pelan.
"Aku setuju," seseorang mengagetkanku, sejenak membuyarkan khayalanku.
"Maaf.." aku sengaja meminta maaf, karena agar dia juga meminta maaf, karena telah mengganggu kedamaian senjaku.
"Oh, maaf. Soalnya aku juga merasa jenuh dengan kehidupan ini," serius sekali ini orang, batinku.
"Ah, Rendra," sambil ingin bersalaman denganku.
"Neera," balasku.
"Hampir setiap hari, aku selalu ke sini. Beruntung sih, karena tempat kerja ada tepat di seberang pantai ini," sambil menunjuk sebuah hotel bernama Grand Nirah.
"Ah, seperti aku yang punya hotel," celetukku.
Dia tertawa, "Iya juga ya.. Terus, kamu.."
"Cuma karyawati biasa, yang sedikit penat dengan urusan kantor," lanjutku.
"Kenapa memilih pantai untuk membuang semua rasa itu ?" tanyanya.
"Umm.. Mungkin, karena laut itu luas ya, jadi semua penat, jenuh dan bosan bisa terbawa sampai ke palungnya yang terdalam," aku tertawa kecil.
Diapun tersenyum.
"Sama kayak cinta. Cinta itu kayak pasir. Yang sedikit demi sedikit, akan terbawa oleh ombak, dan kemudian terhempas begitu saja," curhatnya.
Aku terdiam.
"Sebenarnya, aku baru saja berpisah dari seorang perempuan yang sudah kukenal lama. Tapi, baru sekitar 5 tahun ini kami menjalin hubungan. Dan baru 2 jam lalu, aku dengar, dia akan segera menikah dengan mantannya yang sudah 10 tahun nggak kembali. Dengan santai dia bilang, 'sebenarnya aku masih sangat menunggu moment ini, dan aku nggak pernah ngelupain dia, walau saat bersamamu, maafkan aku', sesimple itu dia mengartikan semuanya. Aku nggak pernah serapuh ini. Dan akhirnya, aku memutuskan untuk segera kembali ke Australia, dan menghapus semua jejak tentangnya," ceritanya.
Aku jadi terbawa suasana, dan sedikit berkaca-kaca.
"Semua udah ada yang ngatur. Tetaplah bersyukur karena kamu masih punya banyak waktu untuk menjadi yang lebih baik," aku sok memberinya nasehat.
"Terima kasih Neera. Hah, kok aku jadi lembek gini ya, ah payah.. Haha.. Sorry ya Neera," serunya sambil garuk-garuk kepala.
Aku tersenyum, "Iya sih, baru kali ini aku nemu orang kayak kamu, yang tiba-tiba datang terus cerita tentang kisah cintanya yang kandas, hehe.." kataku tertawa kecil.
Dia ikut tertawa kecil, "Btw, udah maghrib nih, kita sholat dulu yuk," katanya mengajakku.
"Oh, sorry Ren, aku Katolik," seruku jujur.
"Astaga.. Maaf maaf, aku kira kamu.. Sekali lagi maaf ya Neera. Kalau gitu, aku permisi dulu. Terima kasih udah mau dengerin ceritaku ya. Senang berkenalan dengan kamu," pamitnya, tersenyum.
Aku mengangguk, dan menyambut jabat tangannya, "Daa Rendra.."
Aku melihatnya sampai benar-benar tak terlihat lagi.
Aku berpikir, memang baru kali ini bertemu dengan seorang lelaki yang dengan blak-blakan menceritakan kisah cintanya yang tak semulus kain sutra. Aku berjalan menuju parkiran sekitar 10 menit setelah kami berpisah.
"Neera!" aku mendengar suara yang sepertinya tak asing di telinga.
Aku menoleh dengan wajah heran, "Ya."
Sambil terengah dia membungkuk mengambil nafas, "Sorry.. Aku lupa sesuatu," serunya.
"Hah, kamu lupa apa ? Memangnya tadi kamu bawa apa ya ? Sorry, aku nggak ngeh. Aduh, apa ketinggalan di pantai ya ?" aku mendadak panik.
Dia malah tertawa, "Bukan, bukan, bukan itu. Aku lupa.. minta nomor Hp kamu, boleh ?" ungkapnya sambil nyengir memperlihatkan giginya yang rapi.
Seketika kepanikan yang ku rasa berubah menjadi kelucuan yang natural, "Besok, di sini," celetukku.
Sontak ekspresi wajah heran terpancar dari wajahnya yang cukup tampan. Lalu dia tertawa kecil. Dan aku hanya senyum-senyum, sambil bersiap melaju dengan motor bebek warisan ayahku.
~ bersambung dulu dong yaa.. ~
"Aku setuju," seseorang mengagetkanku, sejenak membuyarkan khayalanku.
"Maaf.." aku sengaja meminta maaf, karena agar dia juga meminta maaf, karena telah mengganggu kedamaian senjaku.
"Oh, maaf. Soalnya aku juga merasa jenuh dengan kehidupan ini," serius sekali ini orang, batinku.
"Ah, Rendra," sambil ingin bersalaman denganku.
"Neera," balasku.
"Hampir setiap hari, aku selalu ke sini. Beruntung sih, karena tempat kerja ada tepat di seberang pantai ini," sambil menunjuk sebuah hotel bernama Grand Nirah.
"Ah, seperti aku yang punya hotel," celetukku.
Dia tertawa, "Iya juga ya.. Terus, kamu.."
"Cuma karyawati biasa, yang sedikit penat dengan urusan kantor," lanjutku.
"Kenapa memilih pantai untuk membuang semua rasa itu ?" tanyanya.
"Umm.. Mungkin, karena laut itu luas ya, jadi semua penat, jenuh dan bosan bisa terbawa sampai ke palungnya yang terdalam," aku tertawa kecil.
Diapun tersenyum.
"Sama kayak cinta. Cinta itu kayak pasir. Yang sedikit demi sedikit, akan terbawa oleh ombak, dan kemudian terhempas begitu saja," curhatnya.
Aku terdiam.
"Sebenarnya, aku baru saja berpisah dari seorang perempuan yang sudah kukenal lama. Tapi, baru sekitar 5 tahun ini kami menjalin hubungan. Dan baru 2 jam lalu, aku dengar, dia akan segera menikah dengan mantannya yang sudah 10 tahun nggak kembali. Dengan santai dia bilang, 'sebenarnya aku masih sangat menunggu moment ini, dan aku nggak pernah ngelupain dia, walau saat bersamamu, maafkan aku', sesimple itu dia mengartikan semuanya. Aku nggak pernah serapuh ini. Dan akhirnya, aku memutuskan untuk segera kembali ke Australia, dan menghapus semua jejak tentangnya," ceritanya.
Aku jadi terbawa suasana, dan sedikit berkaca-kaca.
"Semua udah ada yang ngatur. Tetaplah bersyukur karena kamu masih punya banyak waktu untuk menjadi yang lebih baik," aku sok memberinya nasehat.
"Terima kasih Neera. Hah, kok aku jadi lembek gini ya, ah payah.. Haha.. Sorry ya Neera," serunya sambil garuk-garuk kepala.
Aku tersenyum, "Iya sih, baru kali ini aku nemu orang kayak kamu, yang tiba-tiba datang terus cerita tentang kisah cintanya yang kandas, hehe.." kataku tertawa kecil.
Dia ikut tertawa kecil, "Btw, udah maghrib nih, kita sholat dulu yuk," katanya mengajakku.
"Oh, sorry Ren, aku Katolik," seruku jujur.
"Astaga.. Maaf maaf, aku kira kamu.. Sekali lagi maaf ya Neera. Kalau gitu, aku permisi dulu. Terima kasih udah mau dengerin ceritaku ya. Senang berkenalan dengan kamu," pamitnya, tersenyum.
Aku mengangguk, dan menyambut jabat tangannya, "Daa Rendra.."
Aku melihatnya sampai benar-benar tak terlihat lagi.
Aku berpikir, memang baru kali ini bertemu dengan seorang lelaki yang dengan blak-blakan menceritakan kisah cintanya yang tak semulus kain sutra. Aku berjalan menuju parkiran sekitar 10 menit setelah kami berpisah.
"Neera!" aku mendengar suara yang sepertinya tak asing di telinga.
Aku menoleh dengan wajah heran, "Ya."
Sambil terengah dia membungkuk mengambil nafas, "Sorry.. Aku lupa sesuatu," serunya.
"Hah, kamu lupa apa ? Memangnya tadi kamu bawa apa ya ? Sorry, aku nggak ngeh. Aduh, apa ketinggalan di pantai ya ?" aku mendadak panik.
Dia malah tertawa, "Bukan, bukan, bukan itu. Aku lupa.. minta nomor Hp kamu, boleh ?" ungkapnya sambil nyengir memperlihatkan giginya yang rapi.
Seketika kepanikan yang ku rasa berubah menjadi kelucuan yang natural, "Besok, di sini," celetukku.
Sontak ekspresi wajah heran terpancar dari wajahnya yang cukup tampan. Lalu dia tertawa kecil. Dan aku hanya senyum-senyum, sambil bersiap melaju dengan motor bebek warisan ayahku.
~ bersambung dulu dong yaa.. ~
0 Komentar
Haii! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan ya. Silakan baca artikel lainnya dan tinggalkan jejakmu. Terima kasih!