"Re!" kuping Rea bergetar karena teriakan dari ujung telepon, ".. Kamu di rumah kan? Aku ke sana ya. Jangan kemana~mana lho, diem di situ, nanti aku bawain brownies kesukaan kamu. Okay. Tunggu aku ya Re. Bye.." belum sempat lagi Rea berbicara, namun telepon sudah terputus.
Padahal rumah Rea dan Ajid tepat bersebelahan alias tetanggaan. Ajid memang salah satu tetangga Rea yang paling absurd.
Hela napas panjang keluar dari hembusan mulut Rea.
"Datang juga nih si perusak suasana," ucap Rea pelan.
"Wuidiih.. Lagi santai nih kayaknya. Enak banget ya mendung~mendung gini nyemil sambil minum teh," lirik Ajid sambil menaikkan kedua alis matanya.
"Iyaa iyaa.. Aku buatin teh juga buat kamu, cerewet," celetukku dan lalu beranjak ke dapur membuatkan teh untuk tamu tak di undangnya itu.
"Re! Tolong sekalian bawain pisau ya, buat motong browniesnya," lagi~lagi Ajid teriak.
Dua menit berlalu, teh pun siap di hidangkan.
"Wiih.. Makasih Rea cantiik," ujarnya merayu.
"Kamu dari mana Jid? Tumben sore~sore gini bertamu," tanya Rea.
"Aku dari rumah. Terus tadi lihat brownies ini di atas meja, terus aku inget kalau kamu kan suka sekali sama brownies. Yaudah aku bawa aja ke sini, biar kita makan bareng, hehe.." ceritanya.
Sambil memotong brownies yang di bawa Ajid, Rea pun tertawa, "Ah dasar kamu ya. Nanti kalau mama kamu nyariin gimana? Terus adek kamu lagi nggak di rumah memangnya?" tanya Rea lagi.
"Ntar aku beli lagi lah buat mama. Mira lagi ngerjain tugas kelompok di rumah temennya," jawab Ajid.
"Oalah Jiid Jid.." ujar Rea.
"Kalau inget tugas kelompok tuh ya, sedih sekali rasanya," curhat Ajid.
"Kenapa memangnya?" tanya Rea.
"Karena pasti yang ngerjain aku aja. Yang lainnya pada ngobrol atau main hp. Kan kurang asem. Padahal aku nggak pintar~pintar amat, haha.." cerita Ajid panjang lebar.
"Ya kamu tegur dong mereka," kata Rea memberi saran.
"Percumaa.. Aku diabaikan, ibarat pengen balikan sama mantan tapi di cuekin, sakit. Eh, Udah ah, bahas yang lain aja. Kok aku jadi melempem gini, haha.." kesal Ajid membubuhi tawa diakhirnya.
"Lah, kan kamu tadi yang bahas duluan," ujar Rea ikut kesal.
Ajid nyengir~nyengir kuda.
"Eh, Re, besok jalan yuk. Aku baru gajian ni," ajak Ajid.
"Tumben~tumbenan kamu Jid. Memangnya mau kemana? Eh, nonton aja yuk. Udah lama nih aku nggak nonton," semangat Rea.
"Makanya punya pacar dong, biar ada yang ngajak nonton," sindir Ajid.
"Biarin, yee.. Toh kamu juga belum punya pacar kan, huh.." sindir balik Rea.
Ajid tertawa keras. Membuat Rea terkedjoet.
"Aku balik ya Re. Thank you for the tea, bye Re," pamit Ajid.
"Sok english lu," ucap Rea.
Besok malamnya di jam 8, Ajid datang menjemput Rea.
"Eh, baru mau manggil. Wuiih, cantik sekali kamu Re, tumben pakai rok, biasa jeans-an," komen Ajid saat kebetulan Rea membuka pintu.
Lirik sinis Rea, "Nggak usah pakai kalimat yang terakhir kali Jid. Bikin kesal aja," kecewa Rea.
"Hihi.. Sorry sorry. Ayok berangkat. Eh, ntar dulu deh, kamu nggak apa~apa duduknya nyamping?" ujar Ajid sebelum mereka melaju.
"Udah ayook," sambung Rea yang langsung naik ke motor Ajid.
"Eee.. Bisa ternyata, canggih beud nih cewek. Tapi harusnya kalau udah pakai rok gitu sikapnya yang anggun dong Re, haduuh," ujar Ajid geleng~geleng.
"Iih.. Cerewet! Jadi pergi nggak nih?" sambung Rea kesal.
"Iya iya jadi dong. Hari ini kan hari istimewa. Pegangan Re. Berangkaaatt!!" dan mereka pun melaju dengan standart.
Diperjalanan, Rea berpikir, "Hari istimewa? Apa maksudnya ya? Apa Ajid mau nembak aku? Duh, gimana kalau aku terima? Tapi dia ngeselin. Tapi ngangenin sih. Aduuh.. Kok aku jadi gerogi gini," batinnya bertanya~tanya dihiasi senyum kecil dari bibirnya.
"Re. Kamu dengar nggak yang aku tanya? Kok diam aja," celetuk Ajid.
"Eh, iya sorry aku nggak denger Jid. Apaan?" sontak Rea merasa tingkat kegerogiannya semakin tinggi.
"Kamu nggak bosen sendiri terus? Nggak capek kemana~mana naik ojol terus?" tanya Ajid.
"Bosen sih. Tapi mau gimana Jid, belum ada yang nyantol, haha.. Lah, kamu sendiri gimana Jid? Nggak bosen malam minggunya di rumah aku terus? Hahaha.." jawab dan tanyanya balik.
"Haha.. Aku sih santai. Muka juga nggak jelek~jelek amat, bisalah diajak jalan siang~siang, haha.. Tapi bentar lagi pasti ada yang mau kok sama aku, hehe.." lanjut Ajid kepedean.
"Hah.. Kok aku makin yakin ya kalau dia mau nembak aku," batin Rea berguman pasti.
Sampailah kami.
"Rame banget ya Jid," ujar Rea.
"Yang namanya malam minggu mana pernah sepi Re, apalagi di 21th gini. Kita nonton ini aja ya, seru nih kayaknya," kata Ajid yang lalu menunjuk cover film yang akan mereka tonton.
Rea hanya mengangguk dan ikut mengantri bersama Ajid.
Rea terlihat sedang memperhatikan Ajid dari ujung rambut sampai ujung kaki, "Apa iya orang yang tinggal di sebelah rumahku ini mau nembak aku?" lagi Rea memikirkan hal yang sama.
"Ayo Re," ajak Ajid yang menarik pelan tangan Rea, mengajaknya meninggalkan antrian dan menuju teater 1.
Sontak lagi~lagi Rea terkejut dengan perlakuan Ajid.
"Sampai di depan pintu teater 1, Ajid baru melepaskan pegangan tangannya, "Huft, ramenyaa.. Duduk sini Re," kata Ajid yang langsung duduk bersila sisi tepat di depan pintu teater 1.
"Jid..," 'Pintu teater 1 telah di buka...'
"Ayo Re, masuk,," ajaknya lagi.
Selama film di putar sekitar 1 jam 40 menit, Ajid begitu fokus menonton, sementara Rea dipikirannya hanya ada 'hari istimewa'. Sedari tadi Rea mencoba menerka~nerka apa maksud dari dua kata itu.
Dan film pun selesai.
"Re, kita makan ya. Kamu pasti laper, aku laper soalnya," ajak Ajid.
"Iya Jid," kata Rea.
Mereka sudah terduduk di salah satu tempat makan di pinggir sekitaran mall, dan pesanan mereka sudah terhidang pula.
"Re, gimana menurut kamu filmnya tadi? Kalau aku rasa sih lucu," kata Ajid membuka percakapan.
Rea masih terdiam, sepertinya dia masih memikirkan perasaannya pada Ajib.
"Re, kok kamu tumben nggak banyak ngomong. Filmnya bikin kamu badmood ya? Atau kamu sakit? Kenapa Re?," tanya Ajid heran.
"Jid, aku mau tanya ke kamu, maksud dari.." Rea belum menyelesaikan perkataannya, namun seseorang datang ke tengah~tengah mereka.
"Ajiid..!!" seorang perempuan datang dan langsung duduk di sebelah Ajid.
"Hai Wen. Ooya Re, kenalin ini Wenny, pacarku. Kami baru jadian kemarin. Aku sengaja ngajak kamu untuk ngenalin Wenny. Ini dia baru pulang kerja, makanya nggak bisa ikut nonton," ekspresi Ajid terlihat sangat bahagia.
"Ini Rea ya, tetangga Ajid kan. Ajid banyak cerita tentang kamu lho. Katanya kamu itu tetangga yang super duper baik, hehe.." jelas Wenny.
Sontak Rea merasa sangat~sangat ingin segera pergi dari tempat itu. "Ternyata ini yang di maksud dengan 'hari istimewa', nggak penting!", batin Rea berkecamuk, Ia merasa bodoh telah memikirkan hal yang sedari tadi Ia terka~terka.
"Btw, selamat ya. Semoga kalian langgeng," ucap Rea singkat.
Mereka pun serentak meng-aamiin-kan doa Rea.
Tak berapa lama, Rea mencoba menghindar dan mencari alasan untuk segera meninggalkan mereka, "Hmm.. Jid, Wen, aku duluan ya. Ada yang mau dateng ke rumah," pamit Rea.
"Loh, nggak bareng aku aja Re? Wenny bawa motor kok," ujar Ajid.
"Nggak usah Jid, makasih. Udah ya bye," Rea pun berlalu.
"Bodoooh! Mulai detik ini aku nggak akan lagi sedekat itu sama siapapun!" ucap Rea pelan dan segera menaiki taksi yang Ia pesan.
~ S E L E S A I ~
4 Komentar
saya kira hari istimewa itu hanya hari kelahiran saja
BalasHapusKarena tanggapan orang berbeda-beda, hehe..
HapusBaguuus cerpennyaaa tetep nulis begini ya mbaaa semoga dari hobi cerpen lama lama bisa nulis novel :D
BalasHapusAamiin.. makasih ya doanya..
HapusSemangat menulis !!
Haii! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan ya. Silakan baca artikel lainnya dan tinggalkan jejakmu. Terima kasih!