Terdudukku
dihadapan seorang gadis manis dan periang yang terkadang memanggilku dengan
sebutan ‘mancung’. Walaupun sekarang ini wajah manisnya dibalut dengan
kepucatan dan dalam keadaan tak sadarkan diri, hampir 4 bulan ini. Namun, aku
tetap merasakan bahwa ia sedang tersenyum padaku. Senyuman yang sangat manis
yang tak akan pernah hilang dalam ingatanku yang selalu menghiasi hari-hariku.
“Hei
manis.. Aku merindukanmu, buka matamu dan tersenyumlah, agar aku bisa melihat
indahnya wajahmu”, ucapku sambil membelai lembut rambutnya. ”Aku harap kamu
mendengar apa yang kukatakan”. Namun yang ada hanyalah kesunyian. Sampai tak
sadar air mataku pun terjatuh.
***
“Itu anak
gadis Om kok lama banget ya dandannya. Keburu tutup deh tokonya”, kataku kepada
Om Gusti, papa Via.
“Kamu itu
kayak baru kenal Via aja. Itu dia yang diceritain udah dateng. Yaudah sana
pergi. Jangan kelamaan pulangnya ya”, pesan Om Gusti kepada aku dan Via.
“Siap
grak Om, hehe”. “Aku pergi dulu ya pa. Assalamu’alaikum. Ayo cung”. “Assalamu’alaikum
Om”, pamitku dan Via. “Wa’alaikumsalam”.
***
“Tuh kan..
Apa aku bilang, tokonya udah tutup kan. Kamunya sih kelamaan”, kataku yang
sedikit kesal pada Via.
“Teruuss..
Kalau tadi gak ada yang kelamaan jemput karna ketiduran, pasti tokonya belum
tutup. Bener gak?”, lirik Via padaku.
“Itukan..
Tadi.. Anu Vi..”, aku pun sibuk mencari-cari alasan.
“Yaudah
yaudah, kita cari makan aja deh”, ajak Via yang sedikit pun tak kesal karna aku
menyalahkannya.
“Kamu itu
ngegemesin deh”, kataku sambil mencubit pipinya.
***
Sampailah
aku dan Via ditempat makan favorit kami.
“Jadi
inget pertama kali kita ketemu deh kalau udah kesini Nu”.
“Iya Vi.
Dan persis suasananya tuh kan kayak begini ya. Langit berhiaskan
bintang-bintang yang memudarkan kegelapan malam ini”, ujarku sedikit berpuitis.
Senggol
Via, “Ceilaah.. Sok puitis kamu ih”, ledek Via.
Aku pun
masih menatap bintang-bintang dilangit, dan tiba-tiba mataku menangkap adanya
bintang jatuh.
“Vi.. Ada
bintang jatuh”.
“Terus
kenapa? Mau ucapin permintaan?”.
Aku
mengangguk, “Gak ada salahnya kan?”.
“Memangnya
kamu percaya?”.
“Yaa.. Kita
coba aja”.
“Aduuh
Ranuu.. Aku kebelet pipis deh”.
“Hmm..
Yaudah sono”.
“Aku gak
bakal lupa sama persahabatan kita Vi. Gak akan pernah lupa, sampai kapanpun dan
aku berharap perasaan kamu juga gitu ke aku”, ucapku dalam hati sesaat setelah
Via berjalan menuju toilet.
***
“Makasih
banyak ya cung udah nganterin aku pulang”, ujar Via.
“Kamu itu
lucu ya. Kayak baru pertama kali aja aku nganterin kamu sampai depan rumah begini Vi. Dasar aneh”, ledekku dan mengacak rambutnya.
“Yee..
Kan cuma bilang terima kasih, masa gak boleh”, seru Via.
“Iya deeh
maniiss..”.
“Oiya Nu.
Besok malem ketemu ditempat tadi (tempat makan favorit aku dan Via) ya. Jangan
lupa dan jangan sampai telat lho”, kata Via yang tengah memberikan helm yang
dipakainya kepadaku.
“Ok ok.
Ntar sms aja ya. Aku balik Vi”, pamitku dan bergegas pergi.
“Hati-hati
Nu”, lambainya padaku.
***
Ponsel
zadulku berdering, tertulis dilayar -LiViA-
“Mancuung..
Jangan lupa janji kita jam 4 sore nanti, ditempat makan biasanya ya. Yg
penting, JANGAN TELAT!”, sms dari Via.
Akupun
segera membalasnya, “Siap grak! non Livia Shandy Putri J”.
( jam 4
sore kurang 1 menit )
Aku telah
sampai ditempat yang Via maksud. Namun, aku sama sekali belum melihat sosok mungilnya.
“Via, aku
udah sampai. Kurang semenit malah, hehe”, sms-ku padanya.
( 15
menit kemudian )
“Mau
pesan sekarang mas?”, tanya salah seorang pelayan.
“Belum
mba. Nanti saya panggil. Makasih mba”.
( 30
menit kemudian )
“Viaa..
Kamu dimana?”, sms-ku ke Via.
Aku pun
akhirnya memesan minuman.
( 45
menit kemudian )
“Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif..”.
“Kenapa
ponselnya gak aktif ya?”, aku pun mengerutkan kening. Namunku tetap menunggu
kedatangannya.
( 1 jam
berlalu )
Minuman
yang ku pesan 30 menit yang lalu hampir
habis, namunku juga belum melihat tanda-tanda kehidupan dari Via.
Rasa
sabar yang sedari tadi ada dalam hatiku pun berubah menjadi kekesalan yang akan
meledak. Namun itu hanya khayalanku saja. Aku benar-benar tidak bisa marah
kepada sahabatku, Via.
“Mungkin
aja jalanan macet, trus ponselnya lowbat. Tapi yang terpenting dia dalam
keadaan baik-baik saja menuju kesini”, batinku bergumam.
( 1 jam
lewat 2 menit )
Saatku
hendak berdiri meninggalkan kursi yang sedari tadi aku duduki, terdengar suara
hentakkan kaki seperti berlari, dan itu adalah Via.
Dengan wajah
yang sedikit pucat dan napas yang terengah-engah ia langsung memegang erat
kedua tanganku, “Ranuu.. Maafin aku ya. Ternyata aku yang telat. Maafin aku ya
Nu. Kamu jangan pergi Nu, aku mohon”.
Aku ambil
tubuh mungilnya perlahan, dan menyuruhnya duduk.
“Kamu mau
pesan apa Vi?”, tanyaku padanya.
“Ranu.
Kamu gak marah sama aku? Tadi itu kamu mau pulang kan?”, tanya Via penasaran.
“Kalau ntar
aku pulang, ntar kamunya nyariin aku. Jadinya gak ketemu deh. Bener gak?”.
Terlihat
mata Via berkaca-kaca. “Ranuu..”.
“Hmm..”,
sambil ku meminum coffee brown yang aku pesan setengah jam lalu.
“Aku
pesen coffee brown juga deh”, serunya tersenyum.
Aku lalu
tersenyum dan memanggil pelayan.
***
2 Komentar
wah livia ternyata tukang nyubit pipi ya,,
BalasHapus:>
ranu juga sabar orangnya,
ditunggu part 2 nya neng...
^_^
ahaha..
BalasHapusyang ngoment ntar juga bakalan dicubit lho kang :>
Haii! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan ya. Silakan baca artikel lainnya dan tinggalkan jejakmu. Terima kasih!